counters

Kamis, 03 Maret 2016

UAS : MAKALAH BAHASA INDONESIA (PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI)



MAKALAH BAHASA INDONESIA
( PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI )

DISUSUN OLEH:
DARYANTO (BM3 2015)                 241.15.150185


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN BISNIS
GICI BUSINESS SCHOOL MAMPANG

KATA PENGANTAR

          Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Makalah yang berjudul “Pengunaan Bahasa Indonesia Dalam Kehidupan Sehari-Hari” Ini sebagai pemenuhan tugas dari Dosen Pembina Bahasa Indonesia.

            Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat teratasi. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada yang terhormat :

Penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.














DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................................... iii
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................. iv
C. Tujuan.................................................................................................................................... iv
BAB II  PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar............................................................ 1
B. Menggunakan Bahasa Indonesia Dalam Kehidupan Sehari-hari........................................... 2
C. Manfaat Penggunaan Bahasa Indonesia................................................................................ 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................................ 7
B. Saran...................................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 8












BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Istilah bahasa Indonesia yang baik telah dikenal oleh masyarakat secara luas dalam kehidupan sehari-hari. Namun pengenalan istilah tidak menjamin secara komperhensif konsep dan makna istilah bahasa Indonesia yang baik itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang atau masyarakat berpendapat bahwa bahasa Indonesia yang baik sama dengan bahasa Indonesia yang baku atau bahasa Indonesia yang benar. Slogan “pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar”, tampaknya mudah diucapkan, namun maknanya tidak jelas. Slogan tersebut diartikan oleh sebagian besar masyarakat bahwa di segala tempat kita harus menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Selain itu, masalah lain yang perlu kita soroti adalah sebagian besar orang terkadang sulit untuk melakukan komunikasi yang interaktif satu sama lain, bukan berarti karena mereka tidak bisa berbahasa indonesia yang baku dengan lancar. Bahasa Indonesia yang baku dan bahasa indonesia yang benar belum tentu dapat menjamin tersampaikannya maksud dan tujuan kepada lawan bicara. Sehingga dibutuhkan susunan bahasa indonesia yang fleksibel yang artinya dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi.
Dengan gambaran kondisi yang demikian itu, dimana pengetahuan masyarakat masih kurang tepat dan terbatas berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam makalah ini penulis akan membahas tentang pengertian bahasa Indonesia yang baik, cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari, serta manfaat penggunaan bahasa Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
Bahasa Indonesia yang baik merupakan kemampuan berbahasa yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia yang baik bukan berarti bahasa Indonesia yang baku, namun merupakan suatu susunan bahasa yang dikemas secara fleksibel untuk mempermudah berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu kita perlu mengetahui dan menguasai bahasa Indonesia yang baik, dengan mempelajari penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari, serta manfaat bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.

1.      Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar ?
2.      Bagaimana cara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari ?
3.      Apa saja manfaat menggunakan bahasa Indonesia ?

C.    Tujuan
        1.     Dalam makalah ini terdapat beberapa tujuan yang terdiri yaitu :
        2.     Mengetahui Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar
        3.     Mengetahui cara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari
        4.     Mengetahui manfaat menggunakan bahasa Indonesia




BAB II
PEMBAHASAN


A.           Pengertian bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar

Berbahasa Indonesia yang baik adalah berbahasa Indonesia yang sesuai dengan tempat tempat terjadinya kontak berbahasa, sesuai dengan siapa lawan bicara, dan sesuai dengan topic pembicaraan. Bahasa Indonesia yang baik tidak selalu perlu beragam baku. Yang perlu diperhatikan dalam berbahasa Indonesia yang baik adalah pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa. Orang yang mahir menggunakan bahasanya sehingga maksud hatinya mencapai sasarannya, apa pun jenisnya itu, dianggap berbahasa dengan efektif. Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu bergam baik (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1988, halaman 19). Jadi jika kita berbahasa benar belum tentu baik untuk mencapai sasarannya, begitu juga sebaliknya, jika kita berbahasa baik belum tentu harus benar, kata benar dalam hal ini mengacu kepada bahasa baku. Contohnya jika kita melarang seorang anak kecil naik ke atas meja, “Hayo adek, nggak boleh naik meja, nanti jatuh!” Akan terdengar lucu jika kita menggunakan bahasa baku, “Adik tidak boleh naik ke atas meja, karena nanti engkau bisa jatuh!”. Pemakaian bahasa Indonesia yang baik perlu memperhatikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya .(Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, halaman 20).
Kalo kita cermati kutipan-kutipan di atas tentang apa itu bahasa Indonesia yang baik, erat sekali hubungannya dengan ragam bahasa. Berarti untuk lebih memahaminya kita juga perlu tahu apa saja ragam bahasa yang ada di dalam bahasa Indonesia. Sepertinya perlu pembahasan tersendiri mengenai hal itu. Jadi yang penting dalam masalah “yang baik dan benar” kali ini adalah kita tetap berbahasa sesuai keadaan, situasi, dengan siapa kita berbicara, dan untuk tujuan apa kita berbahasa.
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan. Kita tidak dapat menyampaikan pengertian mengenai jembatan, misalnya, dengan bahasa yang sama kepada seorang anak SD dan kepada orang dewasa. Selain umur yang berbeda, daya serap seorang anak dengan orang dewasa tentu saja berbeda. Lebih lanjut lagi, karena berkaitan dengan aspek komunikasi, maka unsur-unsur komunikasi menjadi penting, yakni pengirim pesan, isi pesan, media penyampaian pesan, dan penerima pesan. Mengirim pesan adalah orang yang akan menyampaikan suatu gagasan kepada penerima pesan, yaitu pendengar atau pembacanya, bergantung pada media yang digunakannya. Jika pengirim pesan menggunakan telepon, media yang digunakan adalah media lisan. Jika ia menggunakan surat, media yang digunakan adalah media tulis. Isi pesan adalah gagasan yang ingin disampaikan kepada penerima pesan.
Marilah kita gunakan contoh sebuah majalah atau buku. Pengirim pesan dapat berupa penulis artikel atau penulis cerita, baik komik, dongeng, atau narasi. Isi pesan adalah permasalahan atau cerita yang ingin disampaikan atau dijelaskan. Media pesan merupakan majalah, komik, atau buku cerita. Semua bentuk tertulis itu disampaikan kepada pembaca yang dituju. Cara artikel atau cerita itu disampaikan tentu disesuaikan dengan pembaca yang dituju. Berarti, dalam pembuatan tulisan itu akan diperhatikan jenis permasalahan, jenis cerita, dan kepada siapa tulisan atau cerita itu ditujukan.

B.            Menggunakan Bahasa Indonesia Dalam Kehidupan Sehari-hari

         Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar harus dalam kehidupan sehari-hari harus sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya dalam situasi nonformal seperti di warung, di pasar, di rumah dan lain- lain hendaknya menggunakan bahasa Indonesia yang tidak terlalu terikat. Contohnya, “ Berapa nih, Bu, ikannya ? “.
       Sedangkan pada situasi formal seperti kuliah, seminar, rapat dan lain- lain, menggunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal serta memperhatikan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku, seperti kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah – kaidah bahasa kurang ditaati, maka pemakaian bahasa Indonesia tersebut tidak benar atau tidak baku. Jadi, berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan juga mengikuti kaidah bahasa yang benar. Agar penggunaan bahasa Indonesia dapat digunakan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut :
1.      Isi atau makna, yaitu berhubungan dengan pikiran, gagasan atau perasaan yang disampaikan
2.      Keadaan pemakaian bahasa, yaitu yang berhubungan dengan suasana tempat, atau waktu bahasa
3.      Khalayak/sasaran, yaitu yang berkenaan dengan usia, kelamin, pendidikan, pekerjaan dan kedudukan
4.      Sarana saluran yang digunakan, umpamanya melalui telepon, radio, televisi
5.      Cara berhubungan langsung atau tidak langsung, misalnya melalui forum rapat, televisi, radio, dan surat
       Untuk itu ada baiknya kita tetap harus selalu berbahasa Indonesia yang baik dan benar yang berarti pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang benar. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebaliknya mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
       Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat kita menggunakan bahasa Indonesia yaitu :
1.      Tata bunyi (fonologi), fonologi pada umumnya dibagi atas dua bagian yang meliputi :
·        Fonetik, adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia.
·       Fonemik, adalah ilmu yang mempelajari bunyi atau ujaran yang dalam fungsinya sebagai pembeda arti.
Kalau dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-bunyi yang dapat mempunyi fungsi untuk membedakan arti.
2.      Tata bahasa (kalimat),
Masalah definisi atau batasan kalimat tidak perlu dipersoalkan karena sudah terlalu banyak definisi kalimat yang telah dibicarakan oleh ahli bahasa. Yang lebih penting untuk diperhatikan ialah apakah kalimat-kalimat yang klita hasilkan dapat memenuhi syarat sebagai kalimat yang benar (gramatikal). Selain itu, apakah kita dapat mengenali kalimat-kalimat gramatikal yang dihasilkan orang lain. Dengan kata lain, kita dituntut untuk memiliki wawasan bahasa Indonesia dengan baik agar kita dapat menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal dalam komunikasi baik lisan maupun tulis, dan kita dapat mengenali kalimat-kalimat yang dihasilkan orang lain apakah gramatikal atau tidak. Suatu pernyataan merupakan kalimat jika di dalam pernyataan itu terdapat predikat dan subjek. Jika dituliskan, kalimat diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya. Pernyataan tersebut adalah pengertian kalimat dilihat dari segi kalengkapan gramatikal kalimat ataupun makna untuk kalimat yang dapat mandiri, kalimat yang tidak terikat pada unsure lain dalam pemakaian bahasa. Dalam kenyataan pemakaian bahasa sehari-hari terutama ragam lisan terdapat tuturan yang hanya terdiri dari atas unsur subjek saja, predikat saja, objek saja, atau keterangan saja.

3.      Kosakata,
Dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, kita dituntut untuk memilih dan menggunakan kosa kata bahasa yang benar. Kita harus bisa membedakan antara ragam bahasa baku dan ragam bahasa tidak baku, baik tulis maupun lisan. Ragam bahasa dipengaruhi oleh sikap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembaca (jika dituliskan). Sikap itu antara lain resmi, akrab, dingin, dan santai. Perbedaan-perbedaan itu tampak dalam pilihan kata dan penerapan kaidah tata bahasa. Sering pula raga mini disebut gaya. Pada dasarnya setiap penutur bahasa mempunyai kemampuan memakai bermacam ragam bahasa itu. Namun, keterampilan menggunakan bermacam ragam bahasa itu bukan merupakan warisan melainkan diperoleh melalui proses belajar, baik melalui pelatihan maupun pengalaman. Keterbatasan penguasaan ragam/gaya menimbulkan kesan bahwa penutur itu kurang luas pergaulannya. Jika terdapat jarak antara penutur dengan kawan bicara (jika lisan) atau penulis dengan pembaca (jika ditulis), akan digunakan ragam bahasa resmi atau apa yang dikenal bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara, akan makin resmi dan berarti makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

4.      Ejaan,
Dalam bahasa tulis kita menemukan adanya bermacam-macam tanda yang digunakan untuk membedakan arti sekaligus sebagai pelukisan atas bahasa lisan. Segala macam tanda tersebut untuk menggambarkan perhentian antara , perhentian akhir, tekanan, tanda Tanya dan lain-lain. Tanda-tanda tersebut dinamakan tanda baca. Ejaan suatu bahasa tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda-tanda baca dan sebagainya, tetapi juga meliputi hal-hal seperti: bagaimana memotong-motong suku kata, bagaimana menggabungkan kata-kata, baik dengan imbuhan-imbuhan maupun antara kata dengan kata. Pemotongan itu harus berguna terutama bagaimana kita harus memisahkan huruf-huruf itu pada akhir suatu baris, bila baris itu tidak memungkinkan kita menuliskan seluruh kata di sana. Kecuali itu, penggunaan huruf kapital juga merupakan unsur penting yang harus diperhatikan dalam penulisan dengan ejaan yang tepat. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambing-lambang bunyi-ujaran dan bagaimana inter-relasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa disebut ejaan.

5.      Makna,
Pemakaian bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya, dalam bahasa ilmu tidak tepat digunakan kata-kata yang bermakna konotatif (kata kiasan tidak tepat digunakan dalam ragam bahasa ilmu). Jadi, pemakaian bahasa yang benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa. Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahsa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik apa yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau orang yang akan membaca (kalau tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita.

C.           Manfaat Menggunakan Bahasa Indonesia

1.      Mempermudah dalam komunikasi,
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4). Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu, kita ingin dipahami oleh orang lain, kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain, kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita, kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita. Pada saat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan mudah dipahami orang lain atau tidak. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, nuansa tradisional.

2.      Mempermudah kita untuk berintegrasi dan beradaptasi secara social,
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5). Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang-orang yang kita hormati.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
          Dari uraian diatas kita dapat mengambil kesimpulan, yaitu :
1.       Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya.
2.       Cara menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menggunakan bahasa yang baku sesuai dengan kaidah ejaan atau ejaan yang disempurnakan.
3.      Manfaat yang kita peroleh dari penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah mempermudah dalam berkomunikasi dan dapat mempermudah dalam beradaptasi di lingkungan bermasyarakat.

B.      Saran-Saran
           Berdasarkan kesimpulan diatas, kita harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan bahasa yang baku sesuai dengan kaidah ejaan atau ejaan yang disempurnakan.















DAFTAR PUSTAKA


Alwi, Hasan. Dkk. 2003, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi-2. Jakarta: Balai Pustaka

Arifin, Zaenal, 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akapress

Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar. Jakarta: Gramedia

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta

Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya

Kartomihardjo, S. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: P2 LPTK

Moeliono, Anton. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Prihartini, Niniek. Ejaan Yang Disempurnakan. Surabaya: Mitra Jaya Compugrafi

Sabariyanto, Dirgo. 1999. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Mitra Gama Widya

Sugono, Dendy. 1989. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Priastu

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa

http://ryanrahmadi99.blogspot.com/2013/04/makalah-bahasa-indonesia.html

UAS : MAKALAH KEWIRAAN



MAKALAH KEWIRAAN
( PLURALISME )


DISUSUN OLEH:
DARYANTO (BM3 2015)                 241.15.150185


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN BISNIS
GICI BUSINESS SCHOOL MAMPANG


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul PLURALISME.
Sholawat beriring salam penulis sampaikan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, yang membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang dan penuh ilmu pengetahuan seperti saat ini. 
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah KEWIRAAN dengan tujuan agar pembaca dapat memahami tentang PLURALISME  . Dalam penyusun makalah ini, penulis tida luput dari kesalahan. Maka dari itu, penulis mohon kritik dan saran kepada pembaca jika terdapat kekurangan dalam makalah ini, demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis sangat berharap agar makalah ini dapat digunakan oleh pembaca dengan sebaik-baiknya dan juga dapat menambah ilmu pengetahuan pembaca tentang tema yang di angkat dalam makalah ini.
Atas kritik dan saran yang pembaca berikan, penulis mengucapkan terima kasih


                                                                                                Jakarta, 03 Maret 2016
                                                                                                            Hormat kami,

                                                                                                             
     Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................      i
DAFTAR ISI.......................................................................................................     ii

BAB I     :     PENDAHULUAN
                     1.1    Latar Belakang........................................................................     1           
                     1.2    Rumusan masalah...................................................................     2
                     1.3    Tujuan Penulisan.................................................................... .   2

BAB II   :     PEMBAHASAN
                  2.1   Konsep Pluralisme ..................................................................     3 
           2.2   Penyebab dan dampak timbulnya pluralisme………..……........                   8                                2.3   Usaha dalam membangun identitas bangsa………………. ….            9               
        
BAB III  :     PENUTUP
             3.1    Kesimpulan............................................................................................... 10
             3.2    Saran.......................................................................................    10

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................        ......   11




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kehidupan ini selalu menunjukkan kondisi yang beragam. Keberagaman dalamkehidupan menunjukkan bahwa dunia dari kehidupan di dalamnya masih pada kondisinormal. Keberagaman dalam wadah kehidupan bak taman indah yang ditumbuhi beranekamacam tumbuhan dan bunga-bunga. Keberagaman menjadi indah apabila bisa tertata dengan baik sebagaimana juga keberagaman akan memperlihatkan keindahan yang eksotik jika bisadihargai oleh setiap kelompok yang ada. Keberagaman atau pluralitas dalam dialektikakehidupan beragama tentu sedikit menumbuhkan fenomena yang menarik untuk diteroponglebih dekat lagi. Terdapat sejumlah persoalan yang perlu dicermati manakala agama bersinggungan dengan pluralitas social, dari mulai politik, adat, dan ekonomiKrisis jati diri bangsa yang paling mencekam muncul dalam sikap antipluralisme dikelangan sekelompok anak bangsa. Sebagian besar masyarakat, terutama kelompok-kelompok dominan, masih tidak memahami prinsip-prinsip pluralism dan multikulturalisme(M Dawan Rahardjo, 2010). Mereka bahkan curiga dan mearasa menghadapi ancaman.Padahal, justru kecurigaan dan kekhawatiran inilah yang menimbulkan konflik dan aksi-aksikekerasan yang cukup marak di Indonesia akhir-akhir ini.Melihat beberapa kejadian belakangan yang timbul di tanah air, maka perlumengangkat kembali pemahaman terhadap pluralism Indonesia sebagai satu kesatuan danmerupakan asset bangsa yang berperan besar dalam proses pembangunan dan pencapaiantujuan dan cita-cita bangsa.
                                                                                                                                   1
1.2. Rumusan Masalah
            1. Apakah konsep dari pluralisme?
            2. Apakah penyebab dan dampak timbulnya pluralisme?
            3. Usaha apa saja yang dilakukan dalam membangun identitas bangsa?
1.3. Tujuan Penulisan
            1. memahami konsep pluralisme
            2. mengetahui penyebab dan dampak timbulnya pluralism
            3. Mengetaui usaha dalam membangun identitas bangsa








BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Pluralisme
Pluralisme  memegang peranan penting dalam upaya pencapaian pembangunan perdamaian. Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti jamak atau lebih dari satu. Pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk berkaitan dengan system social dan politik. Pluralisme adalah gagasan mengenai kemajemukan, yaitu keberadaan kesadaran mengenai keanekaragaman sebagai suatu keniscayaan yang hidup dan tumbuh dalam sebuah masyarakat.
Pluralisme (pluralism) adalah ‘is framework of interaction in which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilition’. Dari definisi tersebut dapat dikemukakan beberapa hal berkaitan dengan pluralism yaitu
 [1] sebagai sebuah interaksi (social) antar kelompok dalam suatu masyarakat;
 [2] meniscayakan adanya penghormatan dan toleransi diantara kelompok tersebut;
 [3] mengembangkan hidup berdampingan (ko-eksistensi; dan
 [4] dalam berinteraksi dilakukan tanpa (keinginan) berkonflik dan pembauran.
Konsep pluralisme dan multikulturalisme mempunyai benang merah yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap keaneka ragaman. Termasuk didalamnya adalah kesadaran atas keanekaraman yang hadir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesadaran ini seharusnya mendahului adanya pengakuan dan penghormatan atas keanekaragaman. Tanpa kesadaran, maka yang terjadi adalah fanatisme terhadap keberadaan yang serba tunggal dan tiada pengakuan terhadap ko-eksistensi liyan yang berada dalam kehidupan bermasyarakat.
                                                                                                                                                                                                                                                                                            
Pluralisme merupakan suatu gagasan yang mengakui kemajemukan realitas. Iamendorong setiap orang untuk menyadari dan mengenal keberagaman di segala bidangkehidupan, seperti agama, sosial, budaya, sistem politik, etnisitas, tradisi lokal, dansebagainya. Pluralisme bukanlah paham yang secara tiba-tiba muncul dari ruang hampa, akantetapi disitu terdapat penghubung yang kokoh antara diskursus sekularisme, liberalisme yangkemudian lahirlah pluralisme.Pengertian pluralisme dalam konteks kontemporer bisa dinyatakan sebagaiketerlibatan aktif dalam keragaman dan perbedaannya untuk membangun peradaban bersama.Menurut Nurcholis Madjid pluralisme itu tidak sekadar mengakui pluralitas keragaman dan perbedaan akan tetapi gerakan yang aktif merangkai keragaman tersebut untuk tujuan-tujuansosial yang luhur yaitu untuk kebersamaan dan peradaban.
         
Ø  Pluralisme dalam konteks kenegaraan.
Dalam berbagai bidang kehidupan, keberagaman, dan perbedaan pasti ada, begitu pula dalam kehidupan bernegara. Di Negara Indonesia tidak dapat dipungkiri bahwakeragaman baik agama ataupun budaya cukup banyak.Indonesia telah meletakkan Pancasila sebagai dasar Negara. Bahkan sebelum proklamasi kemerdedkaan bangsa Indonesia dikumandangkan, Pancasila telah dipersiapkanuntuk dijadikan landasan dasar dalam membentuk suatu Negara kesatuan. Pancasila dijadikansebagai pandangan hidup bangsa, falsafah bangsa, serta ideology bangsa Indonesia.
        
        
 Olehkarena itu hanya Pancasila sajalah yang harus dijadikan acuan, patokan ataupun ukuran dalamhidup bernegara, berbangsa, maupun masyarakat. Pluralisme justru dipertegas oleh
Pancasila,sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia. Dalam sila tersebut terkandung makna bahwa meskipun bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, namun tetap disatukan dalam suatu Negara, yaitu Negara Kesatuan Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memiliki semboyanBhinnekan Tunggal ika, yang menegaskan bahwa meskipun berbeda-beda tetap satu juga.Dengan menggunakan nilai-nilai dasar Pnacasila, bangsa Indonesia dapat mengatasimasalah Pluralisme yang belakangan lebih sering terjadi.
 
Di Indonesia terdiri dari banyak sukum agama, politik dan budaya, maka di dalamnya juga terdapat pluralism antara lain :

Ø  Pluralisme Agama
Ada banyak agama atau kepercayaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Setiapwarga Negara Indonesia berhak menganut agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Hal ini dijamin dalam Undang-undang Dasar 1945. Dari keberagaman agamainilah kemudian muncul pluralisme agama di Indonesia.Pluralisme agama bisa diartikan sebagai upaya saling mengenal antar agamayang satu dengan agama yang lainnya. Disitu kemudian terjadi perluasan wawasandengan tidak bermaksud mendiskreditkan.

Ada penghargaan terhadap perbedaan, bukan mencemooh perbedaan tersebut. Bahkan pada kondisi tertentu menempatkan perbedaan tersebut sebagai nilai kebenaran bentuk lain daripada apa yang dinyatakandalam agama.Pluralisme agama di Indonesia bisa juga menjadi masalah ketika rakyatIndonesia tidak mampu memaknai perbedaan dengan baik dan bijak. Seringkali perbedaan agama justru menjadi sumber dari masalah. Seperti peristiwa perusakangereja di Temanggung, Jawa Tengah. Untuk mencegah kejadian yang sama terulangkembali, masing-masing warga negara harus mampu memahami dan bertoleransidalam perbedaan agama yang ada.

Ø Pluralisme Politik 
Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat pluralisme politik di Indonesia. Hal inidibuktikan dengan banyaknya partai politik yang terbentuk dan mengikuti pemilu.Anggota partai politik pun berasal dari berbagai macam latar belakang yang berbeda.Dengan latar belakang yang berbeda, kemudian akan memunculkan perbedaan pendapat ataupun pandangan dalam melihat suatu permasalahan. Namun, karenakurangnya pemahaman tiap inividu mengenai makna pluralisme, kemudian munculsikap antipluralisme.Sikap antipluralisme ini muncul karena kurangnya pemahaman mengenaiPancasila. Selain itu rasa kebangsaan terhadap Indonesia juga semakin menurun. Rasamemiliki dan menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup semakin berkurang.Sikap antipluralisme tentunya akan membahayakan persatuan NegaraIndonesia.                                                                              
Hal ini dapat menyebabkan perpecahan antar bangsa. Oleh sebab itu, nilai-nilai dasar pancasila harus lebih ditekankan dan dimaknai dengan lebih baik.

Ø Pluralisme Sosial-Budaya
Pluralisme dalam perspektif filsafat sosial merupakan konsep kemanusiaanyang memuat kerangka interaksi dan menunjukkan sikap saling menghargai, salingmenghormati, toleransi satu sama lain dan saling hadir bersama atas dasar  persaudaraan dan kebersamaan; dilaksanakan secara produktif dan berlangsung tanpakonflik sehingga terjadi asimilasi dan akulturasi budaya.Di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa dan budaya. Pluralitastidak bisa dihindarkan apalagi ditolak meskipun manusia tertentu cenderungmenolaknya karena pluralitas dianggap ancaman terhadap eksistensinya ataueksistensi komunitasnya.Pemahaman pluralisme budaya diperlukan sejalan dengan dinamikamasyarakat di era otonomi daerah. Di lain pihak, pluralisme budaya cenderungdianggap sebagai kambing hitam, mengingat belum bagusnya implementasi otonomidaerah, maraknya anarkisme, dan konflik sosial. Pemerintah tentu perlu memperbaikitatanan otonomi daerah agar pluralisme dapat dilihat secara lebih baik.


                                                                                                                                                               

                                  
2.2. Penyebab dan dampak timbulnya pluralisme
Penyebab:
1.      Pendidikan agama yang di berikan disekolah-sekolah pada umumnya tidak menghidupkan pendidikan multicultural yang baik bahkan cendrung berlawanan.
2.      Focus pendidikan multicultural yang tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial,agama,dan cultural dominan atau mainstream.
Dampak:
1.      Tidak adanya pengakuan terhadap  keberadaan hak ulayat di beberapa tempat di Indonesia
2.      Tidak adanya pengakuan terhadap pemilikan hak atas tanah secara individual
3.      Timbulnya konflik antara masyarakat dengan pemerintah atau pihak ketiga yang sering kali adalah para pemilik modal besar . konflik yang terjadi sering berkaitan dengan hak untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber-sumber daya agrarian.
4.      Konflik social sering diperkeras oleh adaya legitimasi keagamaan yang diajarkan dalam pendidikan agama di sekolah-sekolah daerah yang rawan konflik.
5.      Orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream.
6.      Tidak mengenal batasan atau sekat-sekat sempit yang sering menjadi tembok bagi interaksi sesame manusia.






2.3.        Usaha dalam membangun identitas bangsa

1.      Membangun jati diri bangsa
2.      Membangun akidah dan akhlak manusia
3.      Mencegah banjirnya informasi dalam lalu lintas di internet
4.      Membangun nilai toleransi guna mewujudkan masyarakat yang adil
5.      Mempertegas batas identitas antar individu













                                                                                                                                                                                                                                                 
BAB III
PENUTUP
          3.1    Kesimpulan
Pluralisme merupakan suatu gagasan yang mengakui kemajemukan(keberagaman). Dalam konteks kenegaraan terdapat Pluralisme Agama, politik, dan sosial- budaya. Pluralisme dijamin oleh sila ketiga Pancasila yaitu ‘Persatuan Indonesia’. Dalamsila tersebut terkandung makna bahwa meskipun bangsa Indonesia merupakan bangsa yangmajemuk, namun tetap disatukan dalam suatu negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3.2    Saran
1.Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, etnis, danagama, oleh karena itu pluralisme sangat diperlukan.
2.Sebagai warga negara yang baik, keberagaman budaya indonesia seharusnyadapat dijadikan suatu kebanggaan.







Daftar Pustaka